Review Novel
Judul : Pulang
Penulis : Leila S Chudori
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
ISBN : 978-602-424-2756
Halaman : 461 hal
Ilustrator : Daniel “Timbul” Cahya Krisna
Pereview : Andini Naulina
Kalau aku mampus, tangisku/yang menyeruak dari hati/akan terdengar abadi dalam sajakku/yang tak pernah mati .(Chairil Anwar)
Bait sajak dari penyair angkatan ’45 itu dikutip oleh Dimas Suryo dalam suratnya kepada Lintang Utara, putri semata wayangnya. Dalam surat itu ia telah memutuskan ke mana ia akan pulang setelah bertahun-tahun berkelana mencari suaka dan terdampar di Paris akibat ‘perzinahan politik’ yang pernah dilakukannya. Dimas dan kawan-kawannya ; Nugroho, Risjaf dan Tjai selalu berharap dapat kembali ke tanah air yang terpaksa mereka tinggalkan selama puluhan tahun sejak tahun 1965. Demi bertahan hidup, dengan keahlian memasak yang dimiliki oleh Dimas, mereka berempat mendirikan restoran yang diberi nama Tanah Air yang terletak di Rue de Vaugirard. Restoran tersebut bukan hanya sekadar mengenalkan kuliner dan kebudayaan Indonesia pada warga asing melainkan juga menjadi obat rindu bagi perantau nusantara termasuk tahanan politik dan keluarganya yang dicekal oleh pemerintah Indonesia.
Dimas yang masih menyimpan perasaan pada Surti -mantan kekasih sekaligus istri dari sahabatnya yang hilang diculik- akhirnya menikah dengan wanita Prancis bernama Viviene Deveraux. Pernikahan mereka dikaruniai seorang putri bernama Lintang Utara. Namun, pernikahan itu tak bertahan lama karena baik Viviene maupun Lintang mendapati kenyataan bahwa hati Dimas masih memiliki Surti dan tidak pernah menganggap Prancis sebagai rumahnya. Sikap Dimas yang anti pada orang-orang kaya termasuk pada kekasih Lintang yang bernama Naratama, merenggangkan hubungan ayah dan anak. Namun, seperti sudah takdirnya, Lintang yang hampir menamatkan kuliah sinematografi di Universitas Sorbonne itu diminta dosen pembimbingnya untuk membuat film dokumenter tentang kesaksian keluarga dan para tahanan politik Indonesia tahun 1965. Akhirnya, Lintang berdamai dengan Dimas dan pergi ke Jakarta sendirian berbekal daftar nama calon responden dari ayahnya dan kawan-kawan. Bulan Mei tahun 1998, suasana politik di Jakarta sedang memanas. Mahasiswa dan para tokoh perjuangan semakin lantang meneriakkan reformasi dan meminta Presiden Suharto lengser dari jabatannya.Lintang tiba di Jakarta dan bertemu dengan Alam, seorang aktivis dan juga anak bungsu Surti. Ia terjebak dalam cinta segitiga sekaligus pergolakan politik di Indonesia.
Novel ini mengambil setting sepanjang pemerintahan orde baru
yaitu sejak tahun 1965 hingga 1998. Isinya lebih banyak menguak curahan hati
para eksil politik yang terdampar di Prancis, berdasarkan kisah nyata dan dikerjakan dengan
riset yang detil. Mungkin itulah salah satu sebabnya mengapa novel ini baru
selesai di tahun 2012 padahal mulai dikerjakan sejak tahun 2006. Seperti halnya
dengan novel Leila yang terbaru yang berjudul Laut Bercerita, ada persamaan
pada kedua tokoh utamanya; Dimas dan Laut. Keduanya sama-sama aktivis, mahasiswa
sastra, pintar memasak, berasal dari Solo dan Bapaknya mendidik mereka dengan
buku sastra. Alurnya juga menggunakan alur campuran, menggunakan POV 3 dan beberapa
POV 1 sehingga cukup membingungkan. Endingnya terbuka, settingnya lebih banyak di Paris sehingga ada beberapa kata yang menggunakan bahasa Prancis. Meskipun demikian, novel ini
masih “ringan” untuk dinikmati sebab Leila sangat piawai bercerita dengan gaya
bahasa yang sederhana. Membaca buku ini, akan memberikan wawasan baru tentang
sejarah yang ditutup-tutupi. Paling tidak, menjadi sumber informasi dari pihak “yang
lain” yang selama ini hilang dari pelajaran sejarah.Novel ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis, Belanda, Jerman dan Italia. Selain itu, juga memenangkan Prosa Terbaik Khatulistiwa Award 2013 dan dinyatakan sebagai satu dari "75 Notable Translations of 2016 oleh World Literature Today".