CINTA
MAMA dan PAPA DI MATA DINI
Oleh : Andini NH
Sore itu, mama dan papa
sedang asyik bercengkrama di ruang keluarga. Mereka saling membicarakan
aktivitas mereka seharian di kantor
“pa,
bu Irma itu sepertinya merasa tersaingi oleh mama “ ujar mama
“kenapa
dia ma?” tanya papa penuh perhatian.
“iya,
dia itu gak suka kalau mama diangkat jadi kepala bagian” jawab mama
“loh
kok gitu? Memangnya dia mau menjadi kepala bagian?” tanya papa
“iya
sepertinya, dia kan sudah lama menjadi staf di situ. Mama ini orang baru tapi
sudah langsung diangkat “ jelas mama
“oh..dikira
gampang ya menjadi kepala” lanjut papa
“Itulah
pa..fikirannya bu Irma memang selalu begitu “ tegas mama
Tak
jauh dari mereka Dini yang msih berusia delapan tahun tanpa disadari sedang
menyimak percakapan mereka sejak tadi
“ih…mama
dan papa suka ngomongin orang ya..kata bu Asma kan gak boleh omongin orang”
celetuk Dini dengan polos. Sontak mama dan papa tertawa
“loh..nggak
dong Din…ini mama dan papa sedang bertukar fikiran”. Jelas mama
Dini
pun mengangguk angguk.
Dini selalu melihat kedua
orangtuanya harmonis dan penuh kasih sayang. Dalam benaknya tak ada pasangan
sempurna seperti mama dan papa. Apalagi Dini selalu mendengar awal kisah
perjumpaan mereka hingga akhirnya berkeluarga dan memiliki Dini dan Ade adik lelakinya.
Bagi Dini, keluarga sempurna itu harus seperti keluarganya yaitu rukun, damai
dan bahagia.
Ketika Dini dan Ade kuliah di luar
kota, iamendapat kabar bahwa papa dimutasi ke Berastagi Sumatera Utara untuk
menjadi kepala kantor di sana. Alhasil, mama sendirian di Jakarta karena
mamapun masih aktif bekerja. Suatu hari Dini mendapat telepon dari mama
“Din,
mama ambil cuti seminggu” Kata mama
“Oh
yaa assikkk mama mau ke Jogja ya temuin Dini?” tanya Dini girang
“Maaf
Din, mama gak bisa jenguk kamu dulu, mama mau ke Brastagi temuin papa, mama
kangeeen banget sama papamu. “ jawab mama
“ooh…..”
ujar dini
“kamu
baik-baik ya di Jogja” pesan mama
“baiklah
ma…salam untuk papa” jawab Dini
Sejak
papa di Brastagi, Dini tak lagi menjadi prioritas mama. Jatah telpon dan cuti
mama dipakai untuk berhubungan dengan papa. Cinta mama kepada papa sungguh
besar, sepertinya ia tak mampu hidup tanpa papa.
Sudah seminggu mama di Brastagi,
akhirnya mama kembali menelepon Dini.
“
Din, mama sebel sama papa” ujar mama
“loh
kenapa ma? Minggu lalu bilang kangen banget” sindir Dini
“
iya.. kan mama itu kangen banget sama papa sampe dibela belain ambil cuti
supaya bisa melepas kangen sama dia. Eh…disana mama malah dicuekin” jawab mama
“
Dicuekin? Dicuekin gimana? Kok papa begitu?” tanya Dini
“Gini
lho Din, papa disana berangkat kantor pagi pagi, pulangnya baru sore. Mama
tungguin papa bengong bengong di rumah. Pas papa pulang kan mama berharap papa
perhatian sama mama. Eh… ini sih biasa aja tuh. Ih mama gak betah seharian di
rumah gak ngapa-ngapain” jawab mama
Dini
hanya menghela nafas. Dini tau, mama itu wanita karir. Pantaslah dia tidak bisa
di rumah mengurusi hal hal rumah tangga. Mama dan papa itu terbiasa bertemu di
sore hari selepas pulang kantor dan saling bercerita tentang aktivitas masing
masing di hari itu. Kalau mama tidak bekerja ya dia tidak ada sesuatu yang bisa
diceritakan pada papa.
Akhirnya, ketika lebaran tiba kami
semua dapat kembali berkumpul bersama di Jakarta. Tradisi ketika lebaran adalah
keluarga duduk melingkar bersama kerabat lain yang datang berkunjung lalu
masing masing anggota keluarga meminta maaf dimulai dari anggota keluarga
termuda. Masing masing anggota mendapat giliran untuk berbicara sesuai urutan .
Yang terakhir adalah yang tertua. Kini, tiba giliran mama berbicara
“
Anak-anakku, hari ini adalah hari teristimewa bagi mama karena kita dapat
berkumpul bersama. Bagi mama, bersatu dengan kalianlagi dan papa adalah tak
ternilai harganya” kemudian tangis mama pecah mengusik hati Dini dan Ade.
“kalau mama boleh meminta kepada Allah swt, mama mohoon…agar kita semu
dipersatukan kembali di rumah ini. Taka da yang lebih membahagiakan daripada
hal tersebut” begitulah pidato lebaran mama.
Ternyata, beberapa tahun kemudian
akhirnya doa mama dikabulkan. Papa kembali bertugas di Jakarta. Dini lulus
kuliah dan mendapat pekerjaan di Jakarta. Ade menyusul dua tahun berikutnya
pulang ke Jakarta setelah menuntut ilmu empat tahun di Bandung. Papa mendapat
promosi kenaikan jabatan. Kehidupan keluarga Dini mulai meningkat. Mama diberi
supir dan mobil sendiri oleh papa. Rumah nyaman mereka direnovasi dan diperluas
sesuai dengan keinginan mama.
Namun, kebahagiaan tersebut tak
berlangsung lama. Dini melihat ada kejanggalan dalam hubungan mama dan papa.
Dini tak lagi mendapatkan pemandangan perbincangan kedua orangtuanya di sore
hari. Papa semakin tenggelam dengan pekerjaannya, mama merasa sendirian dan
mencari kesibukan dengan mengikuti beberapa majlis taklim. Suatu hari, ketika
papa sedang sendirian menonton tv di ruang keluarga, mama sedang berada di
dalam kamar. Tiba tiba telepon selular papa yang ketinggalan di kamar berbunyi.
“
Halo mas, kita jadi ketemu gak?” tanya seorang wanita dari nomor yang tidak ada
namanya
Mama
yang mengangkat telepon selular papa seketika dadanya bergemurh kencang
seolah-olah dapat terdengan ke seluruh ruangan.
“
Halo? Mas..” ujar wanita itu lagi.
“
eh….ini siapa ya?” tanya mama dengan tangan dan kaki gemetaran.
Tut……tiba
tiba suara telepon terputus, wanita nomor tak dikenal tersebut mematikan
teleponnya. Mama masih berdiri kaku memegang telepon seluler milik papa. Kemudian
ia lagsung keluar kamar menghampiri papa. Amarahnya tak dapat ditahan lagi .
“
Ini nomor siapa?!!” bentak mama kepada papa. Papa yang kelihatannya sedang asik
selonjoran nonton televise padahal pandangannya kosong dan jiwa sedang tak
berada di dalam rumah langsung kaget.
“Ada
apa sih ma siang siang bgini teriak teriak!” jawab papa dengan nada yang tak
kalah tinggi.
“Udah
deh papa gak usah berkelit, ayo jawab aja papa siang ini mau kemana sama
perempuan itu?!” teriak mama. Dini yang sedang tidur-tiduran di kamar kaget
dengan suara keributan di ruang televise. Dini langsung tahu bahwa itu suara
papa dan mama yang tak biasanya bernada tinggi semua. Dini buru buru keluar
kamar begitu juga dengan Ade. Ade langsung berdiri di tengah mama dan papa.
“Kenapa
ini ma…?kenapa pa?” tanya Ade.
“Tuh!
Papa kamu tuh selingkuh!!” jawab mama sambil menangis. Dini terpaku, matanya
berkaca-kaca setengah tak percaya. Papa selingkuh? Selama ini papa adalah
potret suami sempurna di mata Dini.
“Bener
pa?” tanya Ade kepada papa yang sedang duduk tertunduk dan menggaruk kepala
“Apa
sih? Itu Cuma urusan kantor ! urusan kerjaan!”
jawab papa membela diri.
“Sudahlah
ma… jangan curigaan… itu papa mengaku hanya urusan kantor saja” Ujar Ade
menenangkan mama.
Mama
berlari masuk ke kamar dan mengunci pintu. Mama tampak yakin akan pendiriannya
bahwa papa selingkuh. Bagaimanapun juga mama pasti sudah mengenal sifat papa
sehingga apa yang terjadi pada diri papa sudah diketahui mama walaupun papa tak
berterus terang. Firasat seorang istri terhadap suami pastilah kuat karena
mereka berdua tak pernah pisah ranjang apalagi pisah rumah selama puluhan
tahun.
Hubungan papa dan mama makin hari
makin memburuk. Mama selalu menuduh papa selingkuh. Badan mama kian hari kian
menyusut. Wajahnya tak lagi bersinar meskipun sudah ia tutupi dengan lipstick mahal.
Senyum itu hilang membuat wajah mama bagaikan senja yang mendung. Papa selalu
menyangkal selingkuh walaupun sudah sangat terlihat jelas kelakuannya yang
berbeda. Pulang selalu larut malam, terima telepon sembunyi sembunyi dan sering
keluar kota di akhir pecan dengan dalih kerjaan. Dini beberapa kali melihat
mama menangis. Mama kesepian karena papa mulai tak memperhatikan dirinya dan tak
ada lagi saling bertukar fikiran di sore hari selepas bekerja. Dini selalu
berdoa agar mama dan papa tidak bercerai karena ia tak mau kelak dipandang
sebelah mata oleh orang tua calon suaminya.
Beberapa tahun kemudian tiba saatnya
Dini menikah, papa dan mama tidak pernah bercerai. Malahan mereka lambat laun
mulai terlihat akrab kembali. Tak lama setelah Dini menikah, papa pensiun.
Sejak pensiun, sikap papa sudah berubah jauh lebih baik lagi terhadap mama.
Kata mama, papa sekarang mulai mesra lagi dan tambah sayang terhadap mama. Mungkin
setelah ia pensiun ia baru menyadari bahwa setelah ia tak punya jabatan lagi,
ia masih memiliki keluarga yang utuh. Namun, tak semudah itu bagi papa untuk
dapat merebut kembali hati mama. Fikiran mama masih selalu terseret akan masa
lalu dimana papa begitu acuh padanya. Kalau papa mulai mengajak mama
bermesraan, mama malah mendadak marah marah dan mengungkit masa lalu. Meskipun begitu,
Dini tahu bahwa mama masih mencintai papa malahan sebenarnya cinta mama itu
jauh lebih besar . Hanya saja, menyembuhkan luka hati itu tak semudah memberi
obat luka pada tempat yang terluka dan menutupnya dengan perban. Butuh komitmen
untuk berjanji bisa melupakan dan butuh kebesara hati untuk mau memaafkan. Lama
kelamaan, berkat cinta mama jugalah akhirnya mama pelan pelan memaafkan papa
dan mereka kembali terlihat mesra. Apalagi pada momen disaat Dini melahirkan
anak pertamanya.
Mama
keluar dari kamar operasi dengan lari lari tak sabar mencari papa di ruang
tunggu
“Papa…papa….Dini
sudah melahirkan!!” mama memeluk papa erat dan air matanya menetes.
“Alhamdulillah
ma…perempuan atau laki-laki?” tanya papa dengan mata berkaca-kaca
“perempuan..pa…akhirnya
kita punya cucu pa…” mama tak kuasa menahan kebahagiaan hingga ia mencium cium
papa. Itulah titik balik kemesraan mama dan papa.
Hampir sepuluh tahun sudah mama dan
papa menjadi kaken dan nenek yang bahagia. Cucunya sudah bertambah menjadi
hampir lima orang. Tiga dari Dini dan hampir dua dari Ade. Pada suatu Subuh
mama seperti biasa hendak mandi sebelum menunaikan ibadah sholat Subuh namun
tiba tiba mama berteriak memanggil papa
“
Pa…pa..” teriak mama dari dalam kamar mandi. Gubrak!! Terdengar suara orang
jatuh dari dalam kamar mandi. Papa segera berlari masuk ke kamar mandi.
“
Mama!!” teriak papa seketika melihat mama sudah terjatuh di lantai. Papa menggendong
mama keluar kamar dan menempatkan mama di kasur dengan hati hati.
“pa…mama
pusing pa…telepon Ade pa….telepon Dini pa…cucu cucu…” suara mama semakin lama
semakin tak terdengar dan mama mulai tak sadarkan diri. Papa panic sendirian
dan lansung menelepon Dini, Ade dan dokter tetangga. Seketika mama langsung dibawa
ke IGD dan langsung dipindahkan ke unit perawatan intensif. Dini dan Ade datang
hampir bersamaan. Mereka berdua banjir air mata melihat mama dari balik kaca. Papa
sedang berada disamping mama dan tak lama dipinta suster untuk segera keluar
ruangan. Dini dapat dengan jelas melihat papa membisikkan ke mama “Selamat
ulang tahun pernikahan ke 37 ma, papa sayang sama” lalu papa mengecup kening
mama dan meninggalkannya”
Dini
menangis sesenggukan sebab ia menjadi saksi kisah cinta mama dan papa. Dini memetik
pelajaran bahwa cinta sepasang manusia itu akan mengalami pasang surut namun
pada akhirnya kehidupan akan berjumpa dengan akhirnya maka hargailah cinta kita
sebelum cinta tersebut hilang.
No comments:
Post a Comment