Live Learn and Write

a piece of short stories everyday

Wednesday, February 14, 2018

Beautiful Mama



BEAUTIFUL MAMA

            Aku adalah anak pertama dari dua bersaudara, aku anak perempuan satu satunya. Sejak kecil aku bangga melihat mama dan bercita cita kelak akan menjadi seperti beliau. Mama biasa berangkat ke kantor pagi pagi. Dia mengenakan blouse pendek, rok mini dan sepatu berhak. Tubuhnya ramping, potongan rambutnya pendek dan mengenakan kalung mutiara sepanjang dada, terkadang kalung bebatuan terkadang kalung manik manik. Dia punya banyak koleksi kalung. Aktivitas wajibnya sebelum keluar dari daun pintu rumah adalah duduk di kursi tamu, mengoleskan lotion bermerek Citra ke tangan dan kakinya yang berkulit kuning langsat. Warna kulit mama tidak seperti warna kulitku yang sawo matang, aku cenderung seperti papa. Dulu, aku pikir mama mendapatkan warna kulitnya karena rajin memakai lotion Citra yang slogan iklannya adalah : kecantikan kulit wanita Indonesia.
Hari pertamaku di Sekolah Dasar, mama izin masuk kantor siang hari karena ingin mengantarku. Aku duduk di bangku deretan tengah, tangan terlipat di atas meja. Aku tak mengenal sekelilingku. Yang aku kenal hanyalah wajah mama yang kulihat di jendela.Wajah mama berseri-seri dan sesekali memberi jempol kepadaku.
“Ayo anak-anaksiapa yang tahu Sila Pertama Pancasila”. Tanya bu Guru kepada murid murid di kelas. Beberapa anak ada yang mengacungkan tangan, yang lainnya malu malu termasuk diriku. Aku menoleh ke jendela mencari cari mama. Mama menatapku dan mengacungkan jarinya mengisyaratkan bahwa ia menginginkan aku untuk tunjuk tangan.
            Setiap pekan di sore hari, mama gemar bermain volley dengan ibu-ibu komplek. Mama mengenakan celana pendek seperti ibu-ibu lainnya. Suatu hari papa meminta mama untuk mengenakan celana panjang saat bermain volley namun mama mengabaikan perintah papa akhirnya mama sempat terjatuh dan lututnya luka parah. Sejak itu ia tak lagi mengenakan celana pendek dan mulai mengenakan hijab.
            Ketika aku kelas 5 SD, mama harus meninggalkanku untuk menuntuk ilmu di Arkansas, USA selama enam bulan. Mama yang aku kenal adalah seorang yang berkemauan kuat dalam hal menggapai cita citanya. Ia benar benar mengerahkan semua kemampuannya dan rajin beribadah. Sebelum berangkat ke USA, mama sibuk mempersiapkan ujian TOEFL. Ia selalu belajar di kamarnya dan terkadang menginap di tempat lain agar tenang dari keributan yang aku dan adikku perbuat. Waktu itu, yang aku inginkan adalah menjadi seperti mama. Wanita hebat, pintar dan kuat. Sepulang dari USA, berat badan mama meningkat drastis akibat berada di sana ketika musim dingin.
            Ketika aku SMP, mama sering mengajakku ke kantor. Mama punya ruangan sendiri dan beberapa anak buah. Aku bangga melihat mama menjadi seorang yang disegani di kantor walaupun harus menempuh jarak yang sangat jau setiap hari dari rumah ke kantor.
            Menjelang lulus SMU, aku sering berantem sama mama. Penyebabnya hanya soal gaya belajarku. Aku sangat berbeda dengan mama. Aku tidak punya kemauan kuat untuk menggapai sesuatu.
“BRAKK” mama mendobrak pintu kamarku. Aku yang sedang asyik bercermin langsung ketakutan . Mata mama melotot dan menghampiriku.
“ Ya Ampun! Disuruh belajar kok kamu malah ngaca! Mama buang ya kacanya!” Mama bergegas mencopot cermin yang bergantung di dindingku dan menaruhnya di gudang.
Pernah juga ketika malam-malam aku menerima telepon dari teman pria yang menyukaiku tiba tiba mama membuka pintu kamar dan teriak
“EEh… ini anak bukannya belajar malah telepon teleponan. Bagus ya! Mau jadi apa kamu kalo tidak lulus UMPTN mama tidak akan kuliahin kamu!”
Tanpa ba bi bu lagi dan aku keburu malu dengan temanku tersebut akhirnya telepon langsung aku tutup.
Di sekolah, aku terlihat murung walaupun nilai nilaiku cemerlang.
“Ya ampun Lin.. lo tu kayak terlalu diforsir banget “ Ujar Citra.
“Iya..tiap pulang sekolah selalu….les bimbingan belajar” Kata Ima.
“Hari ini aja yuk bolos les, kita kemana yuk jajan” Ajak Yolla.
Aku tertarik dengan ajakan Yolla. Dua jam sebelum pelajaran sekolah berakhir, aku menelepon mama dari kantor Tata Usaha sekolah.
“Ma..Lina hari ini izin gak les ya, Lina mau pergi sama temen temen” Begitulah aku minta izin dengan polosnya.
Bel pulang sekolah berbunyi. Tiga sahabatku menghampiri dan kita bergegas keluar gerbang sekolah namun baru saja sampai pintu gerbang tiba-tiba aku melihat mama sudah di luar. Aku benar benar tak menyangka karena aku fikir mama masih di kantor rupanya sedetik aku minta izin tadi mama langsung keluar kantor untuk menjemputku di sekolah. Akhirnya aku berjalan menuju mama dan mama mengantar dan menungguku sampai les selesai.
            Akhirnya pengumuman UMPTN itu tiba. Pagi-pagi mama sudah membeli Koran KOMPAS dan buru-buru mencari nomor pesertaku. Tak disangka akhirnya perjuanganku membuahkan hasil. Kami menemukan nomor persertaku tertera di Koran tersebut. Aku lulus ujian masuk Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM). UGM adalah kampus dimana dulu mama dan papa pertamakali bertemu. Mama langsung mencium dan memelukku erat dan kami berguling-guling di lantai.
            TIba saatnya aku berangkat ke Jogja. Aku melihat wajah mama penuh haru. Usianya tak lagi muda, air mata menetes di sela sela kerutan matanya. Aku berjanji tak akanmengecewakan mama.
            Aku berhasil menyelesaikan kuliahku dalam waktu 4,5 tahun dan kembali ke Jakarta. Mama sudah tak sabar menunggu fase kehidupanku selanjutnya yaitu menikah.Mama sudah amat sangat merestui hubunganku dengan pacarku. Namun sayangnya, pacarku masih harus di Jogja karena belum menyelesaikan kuliahnya. Akan tetapi, rencana tidak sepenuhnya berjalan lancar. Bukannya menyelesaikan kuliah, dia malah mendapatkan pacar baru. Akhirnya kami putus dengan tidak baik. Aku berhari hari mengunci diri di dalam kamar menangis dan tidak selera makan. Mama berhari hari itu pula menangis depan pintu kamarku memohon agar aku mau keluar dan kembali ceria.
            Badai telah berlalu, aku mendapatkan pekerjaan bagus dan karirku menjanjikan. Pada hari itu, sehari setelah lebaran aku masuk kantor dengan semangat akan tetapi kantor masih sepi karena masih dalam cuti lebaran.
“Lina, kamu ke ruangan saya ya” Pak Restu atasanku memanggilku melalui telepon.
“Ya pak?” tanyaku ketika sudah berada di ruangannya.
“ Besok ada syuting iklan perusahaan kita. Bintang iklannya pengusaha sukses. Saya mau kamu besok jadi PICnya. Jangan mengecewakan ya”. Perintah Pak Restu.
“Baik pak” Ujarku.
Keesokan harinya aku itba pagi sekali dengan tampilan prima. Syuting iklan perusahaan dilaksanakan di kantor. Di akhir acara kita semua berfoto bersama sang bintang iklan dan asisten eksekutifnya. Setiba di rumah, aku memperlihatkan mama foto tersebut. Mama menyentuh gambar sang bintang iklan dan berujar : “Ya Allah semoga ada kerabat atau orang kepercayaan bapak ini yang akan menjadi jodoh anak saya,Amiiin”. Doa mama.
            Tak disangka, seminggu kemudian aku bertemu lagi dengan asisten eksekutif pengusaha sukses sang bintang iklan perusahaan tempat aku bekerja. Sejak itu kami mulai berpacaran dan tak lama langsung menikah. Mama pernah bilang : “ Lin tau ga? 10 hari terakhir bulan Ramadhan mama selalu Tahajjud agar lina segera mendapat jodoh . Lina akhirnya ketemu jodohnya kira kira dua minggu setelah lebaran kan ? Tandanya doa mama terkabul”.
            Akhirnya aku menikah, mama sangat gembira apalagi setelah Sembilan bulan kemudian cita citanya untuk segera menimang cucu terkabulkan. Mama yang menemani persalinanku, mulutnya tak berhenti komat kamit mengaji Yassin agar kita semua selamat. Alhamdulillah akhirnya operasi cesarku berjalan lancar.Kata suamiku, mama langsung keluar kamar operasi berlari kencang menuju ruang tunggu dimana suami dan saudara berkumpul
“Lina sudah melahirkan! Lina sudah melahirkan!” teriak mama.
“Pa..kita akhirnya punya cucu pa…cucu kita perempuan” ujar mama ke papa.
            Dalam lima tahun pernikahan, aku sudah memberikan 3 cucu perempuan untuk mama. Aku selalu bersyukur mama masih sehat dan masih bisa dititipkan anak-anak jika aku dan suami bepergian keluar kota. Mama sangat senang jika cucu cucunya berkumpul di rumah.
            Suatu pagi, tepatnya dini hari usai menunaikan sholat Subuh, aku menerima telepon dari papa
“Ya pa?” jawabku
“Lin, mama masuk IGD, kamu segera ke rumah sakit” Papa bicara terbata bata.
Seketika badanku lemas dan dada ini terasa sesak sekali. Fikiranku langsung bertanya tanya bagaimana kalau hari ini hari terakhir ketemu mama? Bagaimana? Dan bagaimana?
Sesampai di IGD, adikku dan papa sudah di situ. Aku dipersilakan masuk untuk melihat keadaan mama. Namun aku tak kuasa menahan tangis saat kulihat mama tak berdaya. Satu hal yang selalu berkecamuk dalam fikiranku saat itu adalah bagaimana jika ini hari terakhir mama di dunia sedangkan aku masih banyak berdosa pada beliau dan belum dapat membahagiakannya. Saat itu, aku tak mau meninggalkan mama. Aku genggam tangan mama, aku cium cium mama. Aku ingat saat saat ketika aku melahirkan anak-anakku , mama selalu ada disampingku membacakan ayat ayat suci Al Qur’an. Aku ingat saat saat dimana aku tak peduli perasaan mama, tak pernah membahagiakan mama. Aku tak menyangka hal ini terjadi. Rasanya waktuku tak banyak lagi untuk menebus semua dosa dosa dan berbhakti kepada beliau.
            Mama dirawat di ICU selama 3 minggu tak sadarkan diri karena pembuluh darah otak sebelah kanan pecah. Bagian tubuh mama sebelah kiri lumpuh. Aku hanya dapat melihat mama di balik kaca dan 1-2 kali diperbolehkan masuk. Suatu hari dokter memanggilku.
“Bu, Ibu anda hari ini sudah boleh keluar ICU karena kondisi tensinya sudah stabil , kami akan segera pindahkan ke ruang rawat inap” Begitulah dokter menginfokanku.
Sujud syukur, aku bahagia Allah masih memberi waktu kepadaku untuk berbhakti kepada mama. Saking bahagianya dengan kabar tersebut aku berfikir mama sudah kembali normal ternyata fikiranku salah. Meskipun mama sudah dapat membuka mata dan berbicara namun ingatannya masih terbatas, ucapannya tidak jelas dan tidak dapat menggerakkan sebagian besar anggota tubuhnya.
            Mama, yang dahulu aku bangga karena kegesitannya, kegigihannya dan ketekunannya kini terbaring lemah tak berdaya. Ia orang pertama yang aku kabarkan atas kemahiran dan kebisaanku, sahabatku sekaligus musuhku. Kini mama seperti bayi lagi yang harus belajar makan, belajar bergerak, memakai pampers, terbaring lemah di tempat tidur. Aku beberapa kali memandikan mama dan membersikah kotorannya, membacakannya ayat suci Al Qur’an dan membacakan cerita. Sekarang, aku tak bisa dengan mudahnya bercerita kepada mama melalui telepon.
MAMA…..AKU KANGEN MAMA YANG DULU…
Seandainya situasi dan kondisi tak dapat kembali seperti dulu..maka izinkan aku membahagiankanmu di masa tuamu…..



Febuary, 14th 2018
Lina



No comments:

Post a Comment